Myspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter Graphics Myspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter Graphics Myspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter Graphics Myspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter GraphicsMyspace Glitter Graphics, MySpace Graphics, Glitter Graphics

Rabu, 27 Mei 2009

pendidikan menengah

eikutsertaan Warga Belajar
Pada Program Kejar Paket C

Judul: Keikutsertaan Warga Belajar Pada Program Kejar Paket C (Studi Kasus di PKBM Kejar Mendawai dan PKBM Tilung Raya di Kota Palangka Raya).

Keikutsertaan Warga Belajar Pada Program Kejar Paket C (Studi Kasus di PKBM Kejar Mendawai dan PKBM Tilung Raya di Kota Palangka Raya).

Oleh: HENDROWANTO NIBEL

ABSTRAK: Fenomena perbedaaan perkembangan program kejar paket C diantara kedua SKB di Kota Palangka Raya dimana PKBM Kejar Mendawai berkembang pesat dan PKBM Tilung Raya kurang berkembang. Yang dipersoalkan dalam penelitian ini adalah mengapa jumlah warga belajar program kejar paket C setara SMA di PKBM Kejar Mendawai selalu jauh lebih banyak dibanding dengan jumlah warga belajar pada program kejar paket C setara SMA di PKBM Tilung Raya. Adakah hal yang mempengaruhi warga belajar di kedua PKBM tersebut berkenaan dengan penyelenggaraan kelembagaan dan pembelajaran sehingga respons keikutsertaan mereka menjadi betul-betul berbeda.

Penelitian ini bertujuan :
(1) mengetahui gambaran tentang penyelenggaraan Program Kejar Paket C di PKBM Mendawai dan PKBM Tilung Raya,
(2) mengetahui alasan keikutsertaan warga belajar Program Kejar Paket C di PKBM Kejar Mendawai, dan
(3) mengetahui alasan keikutsertaan warga belajar Program Kejar Paket C di PKBM Tilung Raya.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, penelitian ini dirancang menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Peneliti akan menalaah sebuah kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, dan komprehensif, terhadap terjadinya sebuah fenomena. Informan utama dalam penelitian ini adalah warga belajar, tutor PKBM Kejar Mendawai dan PKBM Tilung Raya dan tokoh masyarakat serta instansi Dinas Pendidikan Palangka Raya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik :
(1) wawancara tidak terstruktur,
(2) observasi,
(3) dokumentasi.

Data dianalisis menggunakan 3 tahap yakni :

(1) reduksi data,
(2) penyajian data,
(3) menarik kesimpulan atau verifikasi.

Temuan penelitian adalah :

(1) keikutsertaan warga belajar Program Kejar Paket C di PKBM Kejar Mendawai sangat tinggi karena lokasi sangat mendukung, pengelolaan sesuai petunjuk teknis standar pelayanan minimal penyelenggaraan PLS, tutor miliki ijasah S1 dan D-II sesuai bidang, sarana administrasi sudah memadai, lulusanya terbukti bekerja di instansi pemerintah dan swasta. Segi pembelajaran warga belajar dilatar belakangi ijazah dan putus sekolah dibuktikan dengan surat keterangan/raport dari sekolah asal, tutor dan pengelola selalu memberikan saran kepada warga belajar, proses belajar tanpa dipaksa, tujuan belajar tidak hanya sekedar lulus saja, tetapi ilmu yang mereka peroleh dapat digunakan, pola pembelajaran orang dewasa, hubungan harmonis antara tutor dengan warga belajar, evaluasi daya serap warga belajar baik. Jika dikaitankan pengelolaan dengan pembelajaran, hal ini menunjukan pengelolaan sudah sangat baik sehingga dapat menunjang proses pembelajaran yang baik pula yang akan diserap oleh warga belajar yang mengikuti program kejar paket C di PKBM Kejar Mendawai.

(2) keikutsertaan warga belajar Program Kejar Paket C di PKBM Tilung Raya sangat rendah karena pengelolaan tidak sesuai Visi dan Misi, tutor tidak sesuai profesinya, penyelenggaraan belum optimal, tidak pernah mengikuti pelatihan tutor, tidak ada pengawasan terhadap PKBM Tilung Raya, lokasinya jauh dari pemukiman penduduk, hubungan renggang tutor dan pihak pengelola serta warga belajar, warga belajar tidak mengenal tutornya sendiri, jarak rumah tutor jauh dari lokasi PKBM, tutor terpaku modul kejar paket C, hampir separuh warga belajar tidak bisa menjawab materi, pengaruh kehadiran warga belajar mengurangi motivasi tutor untuk hadir, tutor sering marah-marah dengan warga belajar, peraturan yang mengikat warga belajar. Jika dikaitankan pengelolaan dengan pembelajaran, hal ini menunjukan pengelolaan belum optimal sehingga tidak dapat menunjang proses pembelajaran yang baik terhadap warga belajar yang mengikuti program kejar paket C di PKBM Tilung Raya.

Kata Kunci: Kejar Paket C, PKBM, Pendidikan Luar Sekolah.

Keikutsertaan adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan atau partisipasi (Putri, 2002: 308). Djohani (2003: 77) partisipasi adalah sebuah proses bertahap, tetapi tidak boleh dan tidak dapat dimulai dengan cara dan proses yang tidak partisipatif. Menurut Sudjana (2000: 172-174), partisipasi warga belajar terhadap kegiatan proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh strategi pembelajaran. Pembelajaran partispatif merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan di dalam program pendidikan luar sekolah. Suatu program pendidikan luar sekolah yang menggunakan strategi pembelajaran partisipatif mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Berdasarkan kebutuhan belajar (learning needs based) yakni kebutuhan belajar adalah setiap keinginan atau kehendak yang dirasakan dan dinyatakan oleh seseorang, masyarakat, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, nilai dan/atau sikap tertentu melalui kegiatan pembelajaran. Sumber informasi tentang kebutuhan belajar adalah peserta didik atau calon peserta didik, masyarakat dan/atau organisasi. Penting kebutuhan belajar didasarkan atas asumsi bahwa peserta didik akan belajar secara efektif apabila semua komponen program pembelajaran dapat membantu peserta didik untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.

2. berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran (learning goals and objectives oriented) yakni kegiatan pembelajaran partisipatif direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam perencanaan, tujuan belajar disusun dan dirumuskan berdasarkan kebutuhan belajar. Tujuan belajar itupun dengan mempertimbangkan latarbelakang pengalaman peserta didik, potensi yang dimilikinya, sumber-sumber yang tersedia pada lingkungan kehidupan mereka, serta kemungkinan hambatan dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu kebutuhan belajar, potensi dan sumber-sumber serta kemungkinan hambatan, perlu diidentifikasi terlebih dahulu supaya tujuan belajar bisa dirumuskan secara tepat dan proses kegiatan pembelajaran partisipatif dapat dirancang dan dilaksanakan dengan efektif.

3. Berpusat pada peserta didik (participant centered) yakni kegiatan pembelajaran yang dilakukan berdasarkan atas dan disesuaikan dengan latarbelakang kehidupan peserta didik. Latarbelakang kehidupan tersebut perlu menjadi perhatian utama dan dijadikan dasar dalam penyusunan rencana kegiatan pembelajaran partisipatif. Peserta didik diikutsertakan pula dalam kegiatan identifikasi kebutuhan belajar, sumber-sumber dan kemungkinan hambatan serta dalam kegiatan merumuskan tujuan belajar. Para peserta didik diikutsertakan dan memegang peranan penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan belajar. Dengan berpusat pada peserta didik, mengandung makna bahwa peserta didik lebih banyak berperan dalam proses kegiatan pembelajaran partisipatif.

4. berangkat dari pengalaman belajar (experiential learning) Kegiatan pembelajaran disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari hal-hal yang telah dikuasai peserta didik atau dari pengalaman di dalam melaksanaan tugas dan pekerjaan serta dengan cara-cara belajar (learning styles) yang bisa dilakukan peserta didik. Untuk itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pemecahan masalah karena pemecahan masalah merupakan pembelajaran yang lebih banyak menumbuhkan partisipasi para peserta didik.

Sehubungan dengan hal itu, sistem pembelajaran partisipatif diupayakan dapat mewujudkan proses pembelajaran yang dibangun atas beberapa komponen sebagai berikut:

(1) warga belajar diperankan sebagai subyek, bukan obyek,
(2) pembelajaran atau instruktur
berfungsi sebagai fasilitator dan mitra belajar dengan warga belajar, bukan pengawas dan instruktor,
(3) materi pembelajaran disusun bersama antara pembelajar dengan warga belajar,
(4) metode pembelajaran berpusat pada cara belajar melalui pengalaman,
(5) evaluasi pembelajaran menitik beratkan pada penilaian proses belajar dan penilaian diri, bukan sekedar hasil belajar,
(6) media pembelajaran disesuaikan pada karakteristik materi, lingkungan dan kondisi warga belajar, dan
(7) jadwal pembelajaran disusun secara fleksibel.

Lebih lanjut Marzuki, S. (1992) memberikan identifikasi bahwa pembelajaran partisipatif memiliki beberapa ciri sebagai berikut:

(1) melibatkan warga belajar dalam menentukan, merevisi serta mengidentifikasi tujuan,
(2) tutor membantu warga belajar dalam kegiatan dan membantu mengatur kegiatan tersebut,
(3) melibatkan warga belajar dalam mengambil keputusan, mengembangkan ide-ide dan pemikiran, menyumbangkan saran dan menerima kritik dari warga belajar,
(4) mendorong kerja sama antara warga belajar dan menciptakan suasana belajar terbuka, saling mempercayai dan saling memperhatikan satu sama lain, dan
(5) melibatkan warga belajar dalam penilaian. Sebagai metodedan teknik, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam memfasilitasi proses pembelajaran bersama masyarakat.

Menurut Chambers (dalam Djohani, 2003: 67-69) pembalikan proses pembelajaran, belajar secara tepat dan bertahap, mengatasi bias orang luar, mengoptimalkan manfaat pembelajaran, triangulasi dalam pembelajaran, mempertimbangkan kerumitan dan keberagaman, menyerahkan proses pada masyarakat, mengembang proses penyadaran kritis, menentukan agendanya sendiri, saling berbagi. Berdasarkan beberapa definisi, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi warga belajar dalam mengikuti program kejar paket C dikarenakan proses kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh strategi pembelajaran dengan mempertimbangkan prinsip berdasarkan kebutuhan belajar, berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran, berpusat pada peserta didik, berangkat dari pengalaman belajar.

Soekamto (1985) mengartikan kelompok sebagai himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama oleh adanya hubungan di antara mereka. Rogers (1994: 100) mengingatkan bahwa group lebih dari sekedar kumpulan orang-orang. Maka dari itu kelompok terjadi karena adanya dua orang atau lebih yang lebih berinteraksi, memiliki kesatuan maksud (atau tujuan), dan memiliki sistem nilai, kepercayaan, pengetahuan, dan sentimen atau emosi yang sama. Sedangkan pendapat Jalal (2001:10) mengatakan program ini dirancang untuk memberi pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang belum memiliki pendidikan setara SMU/SMK.

Kurikulum disusun berdasarkan kurikulum SMU jurusan. Bahan belajar disusun dalam bentuk modul, sehingga memungkinkan warga belajar dapat belajar sendiri. Mata pelajaran muatan lokal diarahkan pada penguasaan keterampilan, agar setelah selesai belajar Paket C memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mencari nafkah. Lama pendidikan sekurang-kurangnya 3 tahun jika mulai belajar setara kelas I. Apabila mereka telah selesai belajar sampai setara kelas 3, maka untuk uji kualitas diadakan ujian secara nasional. Selanjutnya, perlu diketahui bahwa kebijakan yang ditetapkan dalam pengembangan Program Paket C ini ialah:

(1) lulusan Paket C tidak dipersiapkan untuk memasuki Perguruan Tinggi;
(2) pemerintah tidak menyediakan anggaran khusus, dan hanya memberikan dukungan terhadap pelatihan tutor dan penyediaan modul sesuai dengan kemampuan anggaran yang tersedia.
Program kejar paket C adalah program pendidikan pada jalur nonformal yang dituju bagi warga masyarakat yang karena keterbatasan sosial, ekonomi, waktu, kesempatan, dan geografis tidak dapat mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Atas/yang sederajat. Lulusan program kejar paket C berhak mendapat ijazah SMA. (Dirjen PLS, 2004: 10). Maka dari itu menurut Napitupulu (1975: 22) memberikan tiga pengertian terhadap istilah KEJAR.

Yang pertama, arti halafiah, yaitu menutup kekurangan atau mengejar ketinggalan. Kedua, akronim dari kata-kata bekerja dan belajar. Ketiga, akronim dari kelompok belajar. Oleh karena itu Program Kejar adalah program pendidikan luar sekolah yang sifat dan bentuknya mengejar ketinggalan, bekerja sambil belajar atau sebaliknya, dan wadah sebagai kelompok belajar. Secara eksplisit, Johnson dan Johnson (dalam Supriyono, 1999: 77) memberi definisi, "A learning group is a group whose purpose is to ensure that group members learn specific subject matter, informations, knowledges, skill, and procedures". Program paket C berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang setara dengan SMA, dan yang sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan kepada peserta didik yang karena berbagai hal kebutuhannya tidak dapat dipenuhi oleh sekolah, sehingga mendapat akses terhadap pendidikan setara SMA bagi orang dewasa. (Dirjen PLS, 2004: 12).

Maka dari itu, istilah kejar dalam program kejar paket C secara harfiah dapat menunjukkan tujuan program yakni "ingin mengejar ketertinggalan dalam segala bidang kehidupan". Dalam pengertian ini tujuan belajar program kejar paket C adalah untuk mengejar ketertinggalan dan meningkatkan pengetahuan, dan keterampilan masyarakat dalam berbagai lapangan kehidupan sehingga diharapkan hasil pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para warga masyarakat melalui usaha sendiri.

Metode

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan studi kasus, karena pada tahun 2003 kejar paket C berjumlah 30 orang, tahun 2004 meningkat menjadi 32 orang, kemudian tahun 2005 lebih meningkat 37 orang, tahun 2006 menunjukkan peningkatan 50 orang warga belajar yang mengikuti program kejar paket C di PKBM Kejar Mendawai. Dibandingkan dengan program kejar paket C di PKBM Tilung Raya khusus program kejar paket C tahun 2003 berjumlah 7 orang, tahun 2004 berjumlah 7 orang, pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 6 orang dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 20 orang. Studi kasus memiliki beberapa keunggulan seperti yang dikemukakan oleh Black dan Champion (1992) yaitu:

(1) bersifat luwes berkaitan dengan pengumpulan data yang digunakan,
(2) menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik yang diselidiki,
(3) dapat dilaksanakan secara praktis di dalam banyak lingkungan sosial,
(4) menawarkan kesempatan menguji teori dan,
(5) studi kasus bisa sangat murah, tergantung pada jangkauan penyelidikan dan teknik pengumpulan data yang digunakan.

Studi kasus merupakan permasalahan yang muncul tanpa disadari maupun disadari yang benar-benar menarik untuk dipertanyakan dan digali oleh seorang peneliti agar permasalahan itu bisa terungkap. Implementasinya, peneliti yang menggunakan studi kasus pada kelompok belajar di PKBM Kejar Mendawai dan Tilung Raya khusus program kejar paket C. Bentuk ini melukiskan proses penelitian yang berawal dari eksplorasi yang bersifat luas dan mendalam, kemudian berlanjut dengan kegiatan pengumpulan data dan analisis data yang lebih menyempit dan terarah pada suatu topik (Yin, 1996).

Kegiatan pada akhirnya diarahkan untuk mencari jawaban-jawaban secara menyeluruh tentang: Gambaran tentang penyelenggaraan program kejar paket C di PKBM Kejar Mendawai dan PKBM Tilung Raya, keikutsertaan warga belajar program kejar paket C di PKBM Kejar Mendawai, keikutsertaan warga belajar program kejar paket C di PKBM Tilung Raya. Lokasi penelitian di PKBM Kejar Mendawai beralamat Jalan Mendawai Komplek Perumbansos nomor 123 Kelurahan Palangka Kecamatan Jekan Raya dan PKBM Tilung Raya. Jalan Tilung 18 Kelurahan Langkai Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya Propinsi Kalimantan Tengah.

Hasil

Dari kegiatan wawancara mendalam dengan informan (1) keikutsertaan warga belajar Program Kejar Paket C di PKBM Kejar Mendawai sangat tinggi karena lokasi sangat mendukung, pengelolaan sesuai petunjuk teknis standar pelayanan minimal penyelenggaraan PLS. Segi pembelajaran warga belajar dilatar belakangi ijazah dan putus sekolah dibuktikan dengan surat keterangan/raport dari sekolah asal, proses belajar tanpa dipaksa, tujuan belajar tidak hanya sekedar lulus saja, tetapi ilmu yang mereka peroleh dapat digunakan, pola pembelajaran orang dewasa, hubungan harmonis antara tutor dengan warga belajar, evaluasi daya serap warga belajar baik.

Jika dikaitankan pengelolaan dengan pembelajaran, hal ini menunjukan pengelolaan sudah sangat baik sehingga dapat menunjang proses pembelajaran yang baik pula yang akan diserap oleh warga belajar yang mengikuti program kejar paket C di PKBM Kejar Mendawai. (2) keikutsertaan warga belajar Program Kejar Paket C di PKBM Tilung Raya sangat rendah karena pengelolaan tidak sesuai Visi dan Misi, tutor tidak sesuai profesinya, penyelenggaraan belum optimal, tidak pernah mengikuti pelatihan tutor, tidak ada pengawasan terhadap PKBM Tilung Raya, lokasinya jauh dari pemukiman penduduk, hubungan renggang tutor dan pihak pengelola serta warga belajar, tutor terpaku modul kejar paket C, hampir separuh warga belajar tidak bisa menjawab materi, peraturan yang mengikat warga belajar.

Jika dikaitankan pengelolaan dengan pembelajaran, hal ini menunjukan pengelolaan belum optimal sehingga tidak dapat menunjang proses pembelajaran yang baik terhadap warga belajar yang mengikuti program kejar paket C di PKBM Tilung Raya.

Pembahasan

Jika diamati program kejar paket C setara SMA di PKBM Kejar Mendawai dan PKBM Tilung Raya ini, sangat membantu warga masyarakat, sebagaimana pendapat Sudjana (2000: 74) mengatakan bahwa, yang pertama: Sebagai pelengkap (complementary education), pendidikan luar sekolah dapat menyajikan berbagai mata pelajaran atau kegiatan belajar yang belum termuat dalam kurikulum pendidikan sekolah sedangkan materi pelajaran atau kegiatan belajar tersebut sangat dibutuhkan oleh anak didik dan masyarakat yang menjadi layanan sekolah tersebut. Kedua: sebagai penambah (suplementary education), pendidikan luar sekolah dapat memberikan kesempatan tambahan pengalaman belajar dalam mata pelajaran yang sama yang ditempuh di sekolah kepada mereka yang masih bersekolah atau mereka yang telah menamatkan jenjang pendidikan sekolah.

Tambahan pengalaman belajar ini dilakukan di tempat yang sama atau di tempat lain dengan waktu yang berbeda. Ketiga, sebagai pengganti (substitute education), pendidikan luar sekolah dapat menggantikan fungsi sekolah di daerah-daerah yang lain, karena berbagai alasan seperti penduduknya belum terjangkau oleh pendidikan sekolah. Program kejar paket C setara SMA termasuk dalam tipe program institusional yakni tumbuh dan berkembangnya kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dan kompetensi individu, terutama mengembangkan disiplin atau bidang pengetahuan dari guru atau lembaga, fokusnya penguasaan konten atau pengetahuan yang disampaikan, terlibat dalam penerapan pengalaman belajar, menyebarkan pengetahuan melalui proses belajar mengajar Boyle. (dalam Sanapiah Faisal. 2002).

Alasannya hubungan yang renggang antara tutor dengan tutor dan pihak pengelola serta warga belajar. Hal ini disebabkan tutor tidak bisa menyesuaikan diri dengan warga belajar yang mayoritas orang dewasa yang memiliki berbagai karakteristik dan pandangan yang berbeda dengan mereka dan pola pikir yang berbeda pula. Rendahnya minat warga belajar untuk mengikuti program kejar paket C bahkan ditandai dengan kenyataan bahwa warga belajar tidak mengenal tutornya sendiri kalaupun kenal nama, tetapi tidak kenal orangnya. Knowles melihat andragogi sebagai cakupan proses pembelajaran dan belajar melebihi daripada hanya belajar atau membelajarkan. Dalam konteks ini Knowles (dalam Syamsu dan Basleman, 1994: 126) menawarkan tujuh prinsip belajar mengajar yang bersifat andragogik, seperti:

(1) menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar,
(2) mengadakan struktur untuk saling merencanakan,
(3) mendiagnosis kebutuhan belajar,
(4) merumuskan arah belajar,
(5) merancang pola pengalaman belajar,
(6) mengelola pelaksanaan pengalaman belajar,
(7) mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajar.

Teori andragogi menurut Knowles (1975) adalah suatu percobaan untuk mengembangkan satu teori yang khas tentang pembelajaran orang dewasa. Knowles menegaskan orang dewasa adalah terarah diri dan bertanggungjawab atas keputusannya. Program pembelajaran orang dewasa seharusnya menampung aspek asas ini. Knowles (1975) menuturkan andragogi membuat andaian-andaian berikut tentang desain pembelajaran:

(1) Orang dewasa perlu mengetahui sebab ia dikehendaki mempelajari sesuatu
(2) Orang dewasa perlu belajar secara eksperimen,
(3) Orang dewasa menganggap pembelajaran sebagai penyelesaian masalah, dan
(4) Pembelajaran orang dewasa paling berkesan jika topik pelajarannya mempunyai nilai segera. Apabila dalam pendekatan pembelajaran tidak menggunakan pendekatan andragogi, maka sulit untuk dapat menggerakkan para warga belajar untuk senantiasa berpartisipasi tinggi dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya Srinivasan (1981) mengatakan orang dewasa bisa termotivasi dalam mengikuti suatu program pembelajaran apabila metode dan teknik pembelajaran yang dipergunakan melibatkan warga belajar. Pelibatan tersebut meliputi hal-hal yang berkaitan dengan identifikasi kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, menyusun pengalaman belajar dan menilai kegiatan belajar. Oleh sebab itu, teknik dan metode semacam ini disebutnya sebagai ¡§teknik perlibatan warga belajar¡¨ dalam program belajar.

Dari temuan ini dapat diketahui bahwa suatu program pembelajaran bagi orang dewasa tetapi perencanaannya yang kurang mempertimbangkan prinsip pembelajaran bagi orang dewasa akan mengurangi tingkat partisipasi dari khalayak sasarannya. Demikian pula tentang berbagai macam syarat-syarat pendaftaran program kejar paket C dalam proses belajar mengajar dan bagaimana implementasi yang baik di lapangan untuk mendapatkan perhatian, agar dapat menarik warga sasarannya untuk berpartisipasi sepenuhnya. Temuan ini pula sekaligus mendukung model pembelajaran dengan ¡§teknik pelibatan warga belajar¡¨ dari Srinivansan (1981).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar